Wednesday, July 10, 2019

Tatanan Politik dan Birokrasi Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia #4



a.      Kerajaan Kediri
Sepeninggal Airlangga, Kerajaan Medang Kamulan dibagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahiripan dan Kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Daha.
Maksud Airlangga membagi kerajaan menjadi dua adalah untuk mencegah perang saudara. Tetapi upaya tersebtu mengalami kegagalan. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi pertikaian antara Jenggaa dan Kediri. Perseteruan ini berakhir dengan kekalahan Jenggala. Dua kerajaan tersebut kembali dipersatukan di bawah kekuasaan Kediri.
Beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kediri adalah sebagai berikut.
1)      Samarawijaya
Pemerintahan Samarawijaya ini tidak banyak diketahui. Kemungkinan besar dialah yang mengalahkan Mapanji dari Kerajaan Jenggala. Perang saudara yang berlarut-larut membuat pemerintahan masa awal Kediri menjadi tidak stabil. Baru pada tahun 1117, Kerajaan Kediri muncul kembali dalam sejarah.
2)      Sri Bameswara
Pada masa pemerintahannya, Raja Bameswara (1117-1130) banyak meninggalkan prasasti. Akan tetapi, prasasti itu lebih banyak mengenai urusan keagamaan sehingga perkembangan pemerintahannya tidak banyak diketahui.
3)      Jayabaya
Pengganti Bameswara adalah Jayabaya. Dibawah pemerintahnnya, Kediri mencapai kejayaan. Kediri dan Jenggala dapat dipersatukan kembali. Keberhasilan dan kemenangan Jayabaya itu diabadikan dalam kitab Baratayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Keberhasilan Jayabaya itu mengingatkan keberhasilan Airlangga sehingga ia dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu, seperti Airlangga. Ia menggunakan lencana kerajaan bernama narasingha. Selain sebagai pemimpin politik yang ulung, Jayabaya termasyhur dengan ramalannnya. Ramalan ini dikumpulkan dalam saru kitab yang berjudul Jangka Jayabaya. Dalam ramalannya, Raja Jayabaya menyebutkan beberapa hal seperti seorang ratu adil yang akan memerintah Indonesia.
4)      Kertajaya
Kertajaya adalah raja terakhir Kediri, ia naik takhta menggantikan Kameswara. Lencana kerajaannya adalah sangka (siput terbang) dan garudamukha. Pada masa pemerintahannya keadaan Kediri tidak aman. Hal ini disebabkan terjadi pertentangan antara raja dengan kaum Brahmana. Mereke menganggap Kertajaya  telah melanggar agama karena memaksa mereka untuk menyembahnya sebagai dewa. Akibatnya, kaum Brahmana banyak yang lari dan meminta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah oleh Ken Arok sebagai Akuwu Tumapel. Perseteruan ini memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter pada tahun 1222. Dalam pertempuran itu, Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya. Peristiwa itu menandai berakhirnya Kerajaan Kediri.

Sistem birokrasi dan keadaan masyarakat Kerajaan Kediri diketahui dari berita Cina, yaitu dari kitab Ling-wa-tai-ta yang ditulis oleh Chou ku Fei pada tahun 1178 dan kitab Chu-fhan-chi yang disusun oleh Chau ju Kua pada tahun 1225. Dalam kitab itu dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi di Kediri berada di tangan raja. Dalam menjalankan pemerintahannya, raja dibantu oleh mahamantri yang terdiri dari rakryam i hino, rakryan I halu, dan rakryan i sirikan, ketiga pejabat ini merupakan putra atau kerabat raja. Selain itu juga ada tiga pejabat kerajaan yang bergelar rakryan kanuruhan, rakryan mahamantri I rangga, dan  rakryan maha patih.
b.      Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari berdiri pada tahun 1222. Berdirinya kerajaan ini berawal dari keberhasilan Ken Arok menggulingkan penguasa Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Ketika itu Tumapel menjadi bagian dari penguasa Kerajaan Kediri. Kedudukan Ken Arok semakin meningkat setelah mendapat dukungan dari kalangan Brahmana untuk memberontak melawan Kediri yang dipimpin oleh Raja Kertajaya.
Kekalahan Kediri di desa Genter mengakibatkan tidak ada lagi kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur. Hal ini memberi peluang bagi Ken Arok mendirikan kerajaan baru di Tumapel. Kerajaan tersebut diberi nama Singasari. Kerajaan Singasari yang pernah menguasai sebagian besar wilayah Nusantara pernah diperintah oleh raja-raja seperti berikut ini.
1.      Ken Arok
Setelah menjadi raja, Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Ia mendirikan dinasti yang bernama Girindrawangsa. Pendirian dinasti itu bertujuan membersihkan kehidupan masa lalu Ken Arok. Perlu diketahui, Ken Arok dapat menjadi raja setelah melakukan beberapa tindakan tercela seperti membunuh Mpu Gandring, Tunggul Ametung, mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes, dan melepaskan diri dari kekuasaan Kediri. Pendirian dinasti itu juga bertujuan agar keturunan Ken Arok tidak ternoda oleh berbagai tindakan tercela yang pernah dilakukannya. Ken Arok memerintah Singasari selama lima tahun. Masa pemerintahannya berakhir tragis. Ia terbunuh oleh Anusapati, anak dari hasil perkawinan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Lebih tragis lagi, ia dibunuh dengan keris yang digunakannya untuk membunuh Tunggul Ametung.
2)       Anusapati
Anusapati menjadi raja kedua Singasari menggantikan Ken Arok. Meskipun memerintah cukup lama, hampir tidak ada perubahan yang dilakukan selama memerintah. Anusapati tenggelam dalam kegemarannya menyabung ayam.
3)      Tohjaya
Tohjaya hanya memerintah beberapa bulan, karena adanya kemelut politik. Ranggawuni, putra Anusapati menuntut ha katas takhta Singasari. Ia didukung oleh Mahesa Campaka, cucu dari perkawinan Ken Arok dan Ken Dedes. Semakin kuatnya dukungan terhadap Ranggawuni dan Mahesa Campaka membuat kedudukan Tohjaya dapat digulingkan.
4)      Wisnuwardhana
Ranggawuni naik takhta Singasari dengan gelar Wisnuwardhana. Dalam menjalankan tugasnya ia dibantu oleh Mahesa Campaka yang bergelar Narasinghamurti. Mereka berdua memerintah Singasari secara besama-sama, Wisnuwardhana sebagai raja dan Mahesa Campaka sebagai ratu angabhaya. Pemerintahan kedua pemimpin tersebut membawa Singasari pada keamanan dan kesejahteraan. Ditengah pemetintahannya, Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai yuvaraja atau raja muda. Pengangkatan itu bertujuan menyiapkan Kertanegara menjadi raja yang cakap. Wisnuwardhana adalah satu-satunya Raja Singasari yang meninggal secara wajar (tidak dibunuh).
5)      Kertanegara
Kertanegara merupakan raja terbesar sekaligus raja terakhir Singasari. Semasa pemerintahan Kertanegara, system birokrasi Kerajaan Singasari mengalami perubahan. Di samping sebagai kepala pemerintahan, raja juga menjadi pemimpin keagamaan (cangkadava). Dalam menjalankan pemerintahan, Raja Kertanegara dibantu oleh tiga orang mahamantri, yaitu mahamantri i hino, mahamantri I halu, dan mahamantri i sirikan. Dibawah tiga mahamantri ini, terdapat pula tiga orang pejabat, yaitu rakryan mahapatih, rakryan demung, dan rakryan kanuhurun. Sedangkan untuk urusan keagamaan diangkat kepala agama Buddha yang dikenal dengan sebutan dharmadhyaksa ring kasongatan dan kepala agama Hindu yang disebut dharmadhyaka ring kasaiwan.
Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri. Politik-politik tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Politik Dalam Negeri
Politik dalam negeri yang ditempuh oleh Kertanegara, antara lain sebagai berikut
1.      Mahapatih Raganata diganti oleh Aragani. Penggantian itu dilakukan karena Raganata tidak setuju dengan Kertanegara untuk menyatukan seluruh Nusantara di bawah panji Singasari. Selanjutnya, Raganata ditugaskan sebagai adyaksa di Tumapel.
2.      Terhadap lawan politiknya, Kertanegara berbuat baik, seperti mengangkat putra Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Arsharaja menjadi menantunya. Raden Wijaya (cucu Mahesa Campaka) juga diangkat sebagai menantunya.
3.      Guna meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam negeri, serta untuk mewujudkan persatuan Nusantara, Kertanegara memperkuat angkatan perang, baik angkatan darat maupun angkatan laut.
b.      Politik Luar Negeri
Sebagai raja besar, Kertanegara bercita-cita menyatukan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan Singasari. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Kertanegara menempuh cara-cara seperti berikut.
1.      Mengirimkan ekspedisi Pamalayu ke Sumatra. Ekspedisi yang berangkat pada tahun 1275 itu, bertujuan menaklukkan Kerajaan Melayu. Selain Kerajaan Melayu, Kertanegara juga menaklukkan Bali, Pahang, Sunda, dan Gurun (Vietnam).
2.      Menjalin persahabatan dengan Raja Campa yang bernama Jayasihawarman III. Tujuan persahabatan itu adalah untuk menahan ekpansi Kubilai Khan dari Mongol. Kubilai Khan beberapa kali mengirim utusan keppada Raja Kertanegara agar tunduk kepada penguasa Mongol. Karena kesal, Kertanegara mengirim kembali utusan itu setelah dilukai. Tindakan itu membuat Kubilai Khan murka. Ia kemudian mengirim tentaranya ke Jawa untuk menghancurkan Kertanegara. Namun, maksud itu tidak terlaksana karena Kerajaan Singasari telah hancur akibat pemberontakan raja bawahan yang bernama Jayakatwang.

Share this

0 Comment to "Tatanan Politik dan Birokrasi Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia #4"

Post a Comment

Jika ada pertanyaan, link mati, dan ucapan terima kasih, silahkan isi di kotak komentar...