Animasi secara sederhana bisa kita katakan sebuah ilustrasi atau
gambar yang dicetak dalam frame demi frame. Tiap-tiap frame memiliki
gambar yang berbeda (nyaris sama) satu sama lain sehingga jika
diproyeksikan (bergerak secara cepat) terciptalah ilusi pergerakan
gambar. Perkembangan teknik animasi dari masa ke masa demikian pesat.
Sejak awal kali pertama para pembuat animasi langsung menggambar pada
frame filmnya hingga kini telah menggunakan teknologi digital. Dari
animasi dua dimensi (2-D), lalu animasi stop-motion, kini berkembang
menjadi animasi tiga dimensi digital (CGI). Batasan film animasi juga
semakin “kabur” karena teknik animasi kini lazim digunakan sebagai efek
visual untuk film-film non-animasi, seperti sering kita lihat pada
film-film fiksi ilmiah serta fantasi.
Animasi juga sering disebut sebagai atribut genre. Animasi bukanlah
genre namun lebih tepatnya merupakan sebuah teknik. Film animasi
memiliki jangkauan wilayah cerita serta genre yang luas, seperti drama,
fiksi-ilmiah, perang, fantasi, horor, musikal, hingga epik sejarah.
Walau bisa dinikmati oleh semua kalangan, film animasi juga identik
sebagai film hiburan anak-anak karena pada kenyataannya sebagian besar
film yang diproduksi memang ditujukan untuk anak-anak. Dalam beberapa
kasus seperti di Jepang misalnya, film animasi juga diproduksi untuk
segmen penonton dewasa.
Awal Perkembangan Animasi
..
Sejak awal ditemukannya sinema, para pembuat film telah menggunakan
teknik animasi untuk menghasilkan efek visual, seperti ledakan, roket,
serta benda terbang lainnya dalam film-film mereka. Film animasi penuh
pendek pertama dengan format film standart tercatat adalah Humorous
Phases of Funny Faces (1906) yang diproduksi oleh kartunis surat kabar
Amerika, J. Stuart Blackton. Film animasi ini menggambarkan seorang
kartunis yang tengah menggambar wajah di sebuah papan tulis. Di wilayah
Eropa film animasi pendek Fantasmagorie (1908) karya Émile Cohl asal
Perancis tercatat sebagai salah satu film animasi tertua. Sementara film
animasi panjang pertama adalah El Apóstol (1917) karya Quirino
Cristiani, animator asal Argentina. Animasi stop-motion “3-D” pertama
tercatat adalah The Grasshopper and the Ant (1911) dan The Cameraman's
Revenge (1911) karya animator Soviet Wladislaw Starewicz. Pada periode
film bisu ini, film-film animasi berkembang demikian pesat hampir di
seluruh negara di dunia baik di Asia, Eropa, dan terutama di Amerika.
Karakter animasi pertama yang sangat berpengaruh dan sukses adalah
Gertie, si Brontosaurus dalam Gertie the Dinosaur (1914) yang filmnya
berisi sebanyak 10.000 frame gambar. Sang kreator adalah animator komik
kenamaan harian New York Herald, yakni Winsor McCay. Beberapa tahun
kemudian karakter populer, si kucing Felix karya animator Otto Messmer,
muncul pertama kali dalam film Feline Follies (1919) dan Musical Mews
(1919). Kucing superstar ini muncul dalam ratusan film pada satu dekade
ke depan dan tercatat merupakan karakter animasi pertama yang sukses
menjadi merchandise. The Last Life (1928) tercatat sebagai film animasi
Felix terakhir yang popularitasnya semakin menurun karena munculnya
teknologi suara dan kalah bersaing dengan superstar Walt Disney, Mickey
Mouse. Sementara animator legendaris Walt Disney semasa era film bisu
ini tercatat telah sukses dengan seri kartun Alice serta Oswald, Si
Kelinci.
Animasi di Era Awal Film Bicara
Datangnya teknologi suara pada akhir dekade 20-an semakin mendukung
perkembangan film animasi. Pada tahun 1928, Ub Werks, animator studio
Disney mengembangkan karakter baru sebagai pesaing karakter Felix The
Cat. Karakter animasi populer, Mickey Mouse muncul pertama kali dalam
Plane Crazy (1928) serta diikuti Steamboat Willie (1928). Dalam
Steamboat Willie, karakter Mickey telah muncul bersama pasangannya
Minnie, yang suara keduanya diisi sendiri oleh Walt Disney. Steamboat
Willie juga tercatat sebagai film animasi pertama yang menggunakan
sinkronisasi suara. Film ini merupakan landmark bagi perkembangan film
animasi sekaligus pemicu sukses karakter si tikus setelahnya. Dalam
perkembangan selanjutnya Walt Disney berkembang menjadi studio pelopor
yang paling sukses memproduksi film-film animasi.
Tidak kalah dengan Disney beberapa studio kompetitor lainnya turut
mengembangkan beberapa karakter animasi yang masih dikenal hingga kini.
Fleischer Brothers adalah empat bersaudara yang bertanggungjawab
mempopulerkan karakter-karakter populer seperti Bimbo, Betty Boob,
hingga Popeye. Si seksi Betty Boob mulai populer dalam film Silly
Scandals (1931) namun setelah sukses dengan beberapa filmnya karakter
ini mulai memudar setelah munculnya lembaga sensor film. Sementara
karakter Popeye muncul pertama kali bersama Betty Boop dalam Popeye the
Sailor (1933). Sejak tahun 1938, Popeye menggantikan Mickey Mouse
sebagai karakter animasi paling populer di Amerika yang bertahan hingga
dua dekade ke depan. Fleischer Brothers bersama DC Comics kelak juga
mempelopori film animasi superhero populer, Superman (1941) yang diikuti
belasan seri lainnya.
Quote:
Periode Emas Film Animasi di Era Klasik
Selain sukses dengan seri Mickey Mouse, Disney juga sukses besar dengan
seri kartun Silly Symphony. Seri pertamanya adalah Skeleton Dance (1929)
dan kemudian berlanjut sampai dengan 70 episode lebih hingga tahun
1939. Selama satu dekade ini seri Silly Symphony juga sukses menyabet
tujuh Oscar untuk kategori animasi pendek terbaik. Flowers and Tree
(1932) adalah peraih Oscar pertama untuk studio Disney serta tercatat
sebagai film animasi pertama yang menggunakan teknologi tiga warna
(technicolor). Seri yang paling populer adalah The Three Little Pigs
(1933) dengan lagu hit-nya Who’s Afraid of the Big Bad Wolf?. Pada era
30-an ini pula ikon populer Disney lainnya mulai bermunculan, yakni
Pluto, Goofy, serta Donald Duck.
Walt Disney meraih kejayaannya pada akhir dekade 30-an hingga 50-an
melalui belasan film animasi panjangnya. Disney mengawali rentetan
suksesnya melalui animasi klasik, Snow White and the Seven Dwarfs (1937)
yang tercatat sebagai pencetak keuntungan terbesar pada tahun rilisnya.
Film yang merupakan perpaduan roman, fantasi, serta musikal ini menjadi
formula dasar bagi film-film klasik Disney berikutnya, seperti
Pinocchio (1940), Bambi (1942), Cinderella (1950), Alice in Wonderland
(1951), serta Sleeping Beauty (1959). Disney juga melakukan terobosan
besar melalui film termahalnya saat itu, yakni Fantasia (1940) yang
merupakan perpaduan harmonis antara musik klasik dengan animasi.
..
Studio Warner Bros. (WB) bersama tim animatornya, Isadore "Friz"
Freleng, Bob Clampett, Chuck Jones, serta Tex Avery, bersaing dengan
Disney melalui seri kartunnya yang ekstrem, brutal, serta “sadistik”
yang memang ditujukan untuk penonton dewasa melalui seri Looney Toons
dan Happy Harmonies. Melalui seri inilah ikon-ikon kartun klasik seperti
Porky Pigs, Bugs Bunny, Elmer Fudd, Duffy Duck, Sylvester, Tweety,
Speedy Gonzales, Road Runner, hingga Coyote mulai muncul. Mel Blanc juga
dikenal sebagai pengisi suara nyaris semua ikon kartun WB tersebut.
Sementara karakter kartun eksentrik WB lainnya, yakni Pink Panther baru
muncul pada awal dekade 60-an.
Sementara itu studio MGM bersama William Hanna dan Joseph Barbera
menjadi rival serius Disney dan WB melalui seri kartun populernya, Tom
& Jerry. Dua karakter ini muncul pertama kali dalam Puss Gets the
Boot (1940). Sukses film ini berlanjut hingga dua dekade ke depan yang
diproduksi hingga lebih dari seratus judul. Karakter kucing dan tikus
ini mampu mendobrak dominasi Disney dengan meraih Oscar (animasi pendek
terbaik) lebih banyak dibandingkan seri kartun lainnya. Dalam dekade
40-an saja tercatat ada lima judul film yang meraih Oscar yakni, Yankee
Doodle Mouse (1943), Mouse Trouble (1944), Quiet, Please! (1945), The
Cat Concerto (1946) serta The Little Orphan (1948).
..
Pada periode ini teknik animasi stop-motion juga populer yang dipelopori
oleh Ray Harryhausen, yang dijuluki pula bapak animasi stop-motion.
Teknik ini sering digunakan sebagai efek visual dalam film-film fiksi
ilmiah untuk menggambarkan karakter raksasa, monster, makhluk angkasa,
dan lain sebagainya. Ray mulai terlibat produksi animasi stop-motion
dalam Mighty Joe Young (1949), dan namanya mulai dikenal setelah bekerja
dalam film-film sukses seperti Earth vs. The Flying Saucers (1956), The
7th Voyage of Sinbad (1958), Mysterious Island (1961), serta Jason and
the Argonauts (1963). Ray masih terlibat dalam produksi animasi
stop-motion hingga awal dekade 80-an.
Pada era akhir 60-an hingga pertengahan 80-an film animasi nyaris tidak
mengalami perkembangan yang berarti. Disney sepanjang dua dekade ini
hanya mengeluarkan film-film animasi kelas duanya, seperti The
Aristocats (1970), The Rescuers (1977), hingga Tron (1982). Sistem
sensor yang mulai memudar di awal dekade 60-an juga berdampak pada
film-film animasi seperti tampak pada karya-karya Ralph Bakshi. Salah
satu arahannya, Fritz the Cats (1972) merupakan film animasi pertama
yang mendapatkan rating X. Film ini berkisah tentang seekor kucing yang
menyukai seks dan obat-obatan. Bakshi juga memproduksi animasi unik
bertema fantasi, Wizard (1977) dan The Lord of the Rings (1978).
..
Perkembangan di Era 80-an hingga Kini
..
Pada era akhir 80-an hingga pertengahan 90-an Disney akhirnya kembali
berjaya dengan film-film animasi konvensionalnya seperti pada era
klasik. Diawali dengan kisah si putri duyung, The Little Mermaid (1989)
yang sukses luar biasa sehingga pihak studio semakin bergairah
memproduksi animasi sejenis. Sukses fenomenal berlanjut melalui
film-film animasi seperti The Beauty and the Beast (1991), Alladin
(1992), The Lion King (1994), Pocahontas (1995), serta Mulan (1998).
Selain sukses komersil, The Beauty and the Beast juga tercatat sebagai
film animasi pertama yang meraih nominasi Oscar untuk film terbaik.
Sementara The Lion King pada masanya mencatatkan diri sebagai film
animasi terlaris sepanjang sejarah. Semenjak era digital mendominasi,
popularitas animasi tradisional Disney semakin menurun. Tercatat Home on
the Range (2004) adalah film 2-D terakhir yang diproduksi Disney.
..
Pencapaian mengagumkan juga diperlihatkan film komedi Who Framed Roger
Rabbit (1988) yang mampu menggabungkan animasi dengan aksi nyata secara
meyakinkan. Film ini menampilkan nyaris semua ikon-ikon kartun era
klasik baik Disney, WB, serta MGM. Teknik animasi stop-motion rupanya
juga masih menjadi pilihan terbukti dengan suksesnya film The Nightmare
Before Christmas (1993), James and the Giant Peach (1996), Chicken Run
(2000), serta Wallace & Gromit: The Curse of the Were-Rabbit (2005).
Animasi 2-D juga rupanya masih menjanjikan melalui adaptasi seri kartun
televisi seperti Southpark: Bigger, Longer, and Uncut (1999), Pokemon
The Movie (1999), The SpongeBob SquarePants Movie (2004) serta The
Simpsons Movie (2007).
Rekayasa digital (CGI) pada pertengahan dekade 90-an akhirnya mulai
mengambil-alih teknik animasi konvensional dengan pencapaian grafis yang
sangat mengagumkan. CGI pun sudah lazim digunakan untuk efek visual
film-film non-animasi, seperti Terminator 2 (1991) dan Jurrasic Park
(1993). Dimotori oleh studio animasi Pixar, teknologi CGI mulai
mendominasi pasar film-film animasi yang diproduksi pada dekade ini
hingga mendatang. Bekerja sama dengan Disney, Pixar mengawali suksesnya
melalui Toy Story (1995) yang menjadi tonggak sejarah perkembangan
animasi di era digital. Kolaborasi Disney-Pixar berlanjut melalui
film-film sukses berkualitas tinggi seperti, Toy Story 2 (1999), Monster
Inc. (2001), Finding Nemo (2003), serta The Incredibles (2004). Pada
tahun 2006, Disney membeli studio Pixar dan terbukti sukses dengan
film-film berikutnya seperti Ratatouille (2007), serta yang baru lalu
Wall-E (2008). Studio Dreamworks menjadi rival serius Disney melalui
Shrek (2001) serta sekuelnya Shrek 2 (2004) yang sukses begitu
fenomenal. Studio 20th Century Fox juga sukses melalui Ice Age (2002)
bersama sekuelnya, Ice Age 2: The Meltdown (2006).
Dalam perkembangan tercatat beberapa film animasi produksi luar Amerika
yang cukup menarik perhatian. Sekalipun tidak mampu bersaing secara
komersil dengan film-film animasi produksi Amerika namun mereka
menampilkan sesuatu yang berbeda sekaligus mampu bersaing dalam ajang
bergengsi sekelas Academy Awards. Setelah sukses internasional melalui
Princess Mononoke (1997), film animasi Jepang (anime) akhirnya mampu
meraih Oscar melalui film fantasi petualangan unik, Spirited Away
(2002). Film-film animasi unik produksi Perancis juga mendapat pengakuan
tinggi di ajang yang sama, seperti The Triplets of Belleville (2003)
serta Persepolis (2006). Dalam perkembangan ke depan rasanya film-film
animasi produksi Amerika masih akan terus mendominasi pasar dunia. Film
animasi tradisional 2-D lambat tapi pasti akan menghilang tergantikan
oleh film animasi 3-D yang semakin tinggi kualitasnya. (hp)
|
|
0 Comment to "Film Animasi Dari Masa ke Masa"
Post a Comment
Jika ada pertanyaan, link mati, dan ucapan terima kasih, silahkan isi di kotak komentar...