Gambar Ilustrasi |
Sudah merupakan ketentuan alam bahwa di saat individu-individu mengatur kehidupan mereka dalam suatu masyarakat, mereka segera merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungannya satu sama lain. Demikian juga halnya dengan masyarakat politik yang dalam hubungannya satu sama lain merasa perlu untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan masyarakat itu sendiri. Di mana ada masyarakat, disitu pula ada hukum walaupun dalam bentuk sederhana dan seperti apa yang dikatakan Brierly bahwa: Law exists only in a society, and a society cannot exist without a system of law to regulate the relations of its members with one another. Jadi apakah masyarakat itu masyarakat desa, masyarakat negara ataupun masyarakat dunia, akan selalu ada suatu hukum yang mengatur hubungan antara anggota-anggotanya satu sama lain. Demikian juga halnya dengan msyarakat internasional yang hubungan dan kegiatan anggota-anggotanya diatur oleh apa yang dinamakan hukum internasional.
Walaupun hukum internasional dalam pengertian modrn baru berumur sekitar empat abad, tetapi akar-akarnya telah terdapat sejak zaman Yunani kuno dan zaman Romawi. Di zaman Yunani kuno, ahli-ahli pikir seperti aristoteles, Socrates dan Plato telah mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah, masyarakat, dan individu. Walaupun lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami oleh bangsa dan bahasa yang sama, hubungan mereka lebih diatur oleh ketentuan-ketentuan yang kemudian bernama hukum internasional. Ketentuan-ketentuan tersebut menyangkut pengaturan-pengaturan perang dan penghormatan terhadap utusan-utusan negara. Pada waktu itu ketentuan-ketentuan tersebut belum lagi didasarkan atas prinsip hukum yang mengikat, tetapi atas percampuran moral, agama dan hukum.
Di zaman kekaisaran Romawi, berbeda dengan zaman Yunani kuno, hubungan internasional sudah ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti kata yang sebenarnya. Dengan negara-negara lain, kerajaan Romawi membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-janjian persahabatan, persekutuan, dan perdamaian. Di samping itu, kerajaan Romawi juga mengembangkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan perang dan damai. Sumbangan Romawi terhadap pembentukan hukum internasional cukup berarti, tetapi prinsip-prinsip yang dirumuskannya tidak banyak berkembang karena kerajaan tersebut menaklukkan hampir semua negara lain pada waktu itu. Barulah pada abad ke-15 dan 16 city-states di italia seperti Venice, Genoa, Milano dan Florence mengambangkan praktik pengiriman duta-duta besar residen ke ibu kota masing-masing yang berakibat dibuatnya perinsip-prinsip hukum mengatur hubungan diplomatik antara mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan stafnya.
Hukum internasional dalam arti sekarang, baru berkembang mulai abad ke-16 dan 17 setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern di Eropa. Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat banyak dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan di Eropa yang dapat dibagi atas dua aliran utama, yaitu golongan naturalis dan golongan positivis.